Perpanjangan SIM: Pelayanan Publik atau Beban Rakyat?
Daftar isi:
Perpanjangan SIM – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Benny K. Harman, menyampaikan kritik tajam terhadap proses perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang dinilainya sangat menyengsarakan masyarakat, terutama yang tinggal di daerah terpencil. Dalam rapat kerja Komisi III DPR RI bersama Korlantas Polri, Benny mengungkapkan bahwa selain membutuhkan waktu yang lama, proses ini juga memakan banyak biaya, terutama bagi warga yang harus menempuh perjalanan jauh.
Ia memberikan contoh konkret dari salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut Benny, warga di kabupaten tersebut terpaksa harus pergi ke Kupang untuk memperpanjang SIM mereka karena mesin cetak SIM di daerah mereka mengalami kerusakan. Hal ini menambah beban masyarakat yang sudah menghadapi keterbatasan akses dan infrastruktur.
“Di daerah saya di NTT, provinsi kepulauan, untuk memperpanjang SIM saja harus datang ke Kupang. Ada SIM tertentu yang di kabupaten lah. Di kabupaten saja susah, tiba-tiba mesin rusak, SIM tidak bisa diperpanjang,” kata Benny dalam pernyataan yang dikutip dari YouTube.
Masalah ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi masyarakat di daerah, terutama mereka yang tinggal jauh dari pusat pemerintahan atau fasilitas pelayanan publik. Benny menekankan perlunya pembenahan sistem perpanjangan SIM agar lebih mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa harus mengorbankan waktu dan biaya yang besar.
Pentingnya Solusi untuk Warga Daerah
Kasus seperti ini menggarisbawahi perlunya modernisasi dan pemerataan layanan publik, termasuk dalam hal perpanjangan SIM. Teknologi yang lebih canggih, seperti layanan digital atau mobile SIM center, dapat menjadi solusi untuk mengatasi kendala geografis dan teknis di daerah terpencil.
Dengan memperbaiki sistem ini, diharapkan tidak ada lagi warga yang merasa dirugikan hanya karena ingin memenuhi kewajiban administratif seperti perpanjangan SIM.
Usulan Penghapusan Perpanjangan SIM dan Audit Pengelolaan Layanan
Benny K. Harman, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, mengungkapkan situasi ironis yang dialami masyarakat terkait perpanjangan SIM. Ia menyoroti kasus warga yang tetap membawa kendaraan meski SIM mereka telah habis masa berlaku akibat tidak dapat memperpanjang karena kerusakan mesin cetak SIM. Hal ini kerap berujung pada penangkapan dengan alasan pelanggaran hukum, meski sebenarnya masyarakat tidak memiliki alternatif lain.
Menanggapi persoalan tersebut, Benny mengajukan dua usulan penting untuk dipertimbangkan oleh Korlantas Polri. Pertama, ia mengusulkan penghapusan kewajiban perpanjangan SIM dan STNK mulai tahun anggaran 2025. Menurutnya, langkah ini dapat mengurangi beban masyarakat sekaligus menyederhanakan proses administratif.
“Kami usulkan dalam kesimpulan rapat, hapuskan kewajiban perpanjangan SIM dan STNK mulai tahun 2025,” ujarnya dengan tegas.
Usulan kedua yang disampaikan Benny adalah pelaksanaan audit menyeluruh terhadap sistem pengelolaan perpanjangan SIM, termasuk perusahaan yang bertanggung jawab mencetak kartu SIM. Audit ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam layanan publik, sekaligus mencegah adanya kelalaian atau kerugian bagi masyarakat.
“Panggil itu pengusaha cetak SIM-nya,” tambah Benny, menekankan pentingnya tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam sistem pelayanan ini.
Langkah Strategis untuk Perbaikan
Dua usulan tersebut menunjukkan upaya serius untuk menyelesaikan permasalahan yang selama ini menyulitkan masyarakat. Dengan menghapus kewajiban perpanjangan dan meningkatkan pengawasan melalui audit, diharapkan sistem pelayanan publik, khususnya terkait SIM, menjadi lebih efisien, merata, dan tidak lagi membebani rakyat kecil.
Kini, keputusan berada di tangan pihak-pihak berwenang untuk merespons usulan ini demi menciptakan solusi yang lebih berkeadilan bagi masyarakat.
Usulan SIM Seumur Hidup sebagai Solusi Meringankan Beban Masyarakat
Dalam rapat Komisi III DPR RI bersama Korlantas Polri, Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding mengajukan usulan yang menarik perhatian, yaitu penerapan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) seumur hidup. Ia mengusulkan agar kebijakan ini diterapkan serupa dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), yang hanya dibuat sekali seumur hidup.
“Saya pernah usulkan agar perpanjangan SIM, STNK, TNKB ini cukup sekali saja seumur hidup. Seperti KTP, supaya tidak membebani masyarakat,” ujar Sarifuddin, seperti dikutip dari YouTube CNN Indonesia.
Sarifuddin menyoroti beban biaya yang harus ditanggung masyarakat untuk pengurusan dokumen tersebut. Ia menilai bahwa biaya yang dikenakan sangat tinggi jika dibandingkan dengan nilai fisik SIM atau STNK itu sendiri. Menurutnya, kebijakan ini lebih menguntungkan vendor daripada masyarakat.
“Karena ini kan hanya untuk kepentingan vendor ini. Ini selembar SIM, ukurannya tidak seberapa, STNK juga tidak seberapa tapi biayanya sangat luar biasa, dan itu dibebankan kepada masyarakat,” jelasnya.
Sistem Poin untuk Pelanggaran Lalu Lintas
Sebagai solusi alternatif untuk mengawasi pelanggaran lalu lintas, Sarifuddin mengusulkan mekanisme yang lebih sederhana. Jika terjadi pelanggaran, SIM pemilik kendaraan cukup dilubangi sebagai tanda. Setelah mencapai limit tertentu, SIM dapat dicabut tanpa perlu proses perpanjangan berkala.
“Kalau terjadi pelanggaran cukup dibolongi aja, tiga kali dibolongi sudah. Tidak perlu lagi sekian tahun bisa mendapatkan lagi SIM,” tambahnya.
Evaluasi dan Kajian dari Korlantas
Sarifuddin juga meminta Korlantas untuk mengkaji dan mengevaluasi sistem saat ini, dengan tujuan meringankan beban masyarakat, terutama di tengah situasi ekonomi yang sulit.
“Jadi jangan ada perpanjangan gitu lho, supaya meringankan beban masyarakat yang dalam kondisi yang sangat susah seperti saat ini,” pungkasnya.
Harapan untuk Perubahan
Usulan ini mencerminkan aspirasi masyarakat yang menginginkan sistem administrasi yang lebih efisien dan terjangkau. Jika diterapkan, kebijakan ini tidak hanya meringankan beban biaya masyarakat tetapi juga menyederhanakan birokrasi yang selama ini dianggap memberatkan. Kini, bola berada di tangan Korlantas untuk merespons dan mengevaluasi kelayakan implementasi SIM seumur hidup.
Baca juga artikel lainnya dari cuaninaja.id