Curhatan Mahfud MD tentang Aduan Polwan Selingkuh di Komisi Reformasi Polri
Daftar isi:
Mahfud MD, anggota dari Komisi Percepatan Reformasi Polri (KPRP), menyoroti adanya kesalahan besar dalam pemahaman masyarakat mengenai fungsi dari komisi ini. Selain itu, dia menyampaikan bahwa banyak laporan yang diterima tidak relevan dengan tugas KPRP, seperti pengaduan terkait kasus-kasus pribadi yang seharusnya tidak ditangani oleh mereka.
Hal tersebut menunjukkan adanya kebingungan di kalangan masyarakat tentang peran dan kewenangan KPRP dalam reformasi kepolisian. Mahfud menegaskan bahwa aduan tentang tindakan pidana yang lebih berat seharusnya tidak disampaikan kepada komisi ini.
Pada Selasa, 16 Desember lalu, saat berbicara di Universitas Hasanuddin, Makassar, Mahfud memberikan contoh nyata. Dia menyebut adanya laporan tentang kasus pembunuhan, penganiayaan, hingga korupsi yang disampaikan kepada KPRP, padahal mereka tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
Kesalahpahaman Umum Mengenai Tugas KPRP
Kesalahpahaman ini tampaknya bersifat sistematis, di mana masyarakat tidak sepenuhnya paham bahwa KPRP bukan lembaga penegak hukum. KPRP lebih berfokus pada pengembangan dan penyusunan kebijakan baru bagi institusi kepolisian.
Mahfud menegaskan bahwa meskipun menerima banyak laporan, KPRP tidak dapat turun tangan dalam penyelesaian kasus-kasus kriminal. Beliau menekankan bahwa tugas mereka adalah untuk merancang kebijakan, bukan menangani pelanggaran hukum secara langsung.
Contoh lain yang diangkatnya adalah surat dari seorang ibu rumah tangga yang mengadukan masalah pribadi, seperti dugaan perselingkuhan suaminya dengan seorang anggota Polwan. Hal ini menggambarkan betapa jauh masyarakat menganggap bahwa KPRP memiliki otoritas mengurus masalah-masalah pribadi semacam itu.
Pentingnya Pemahaman yang Lebih Baik Mengenai KPRP
Penting bagi masyarakat untuk memahami dengan jelas peran KPRP agar bisa mengarahkan aduan mereka ke lembaga yang tepat. Kesalahpahaman semacam ini hanya akan memperburuk situasi dan memperlambat proses reformasi yang diharapkan.
Mahfud optimis bahwa dengan sosialisasi yang baik, masyarakat akan semakin paham mengenai tugas dan fungsi KPRP. Melalui pendekatan seperti seminar dan diskusi terbuka, pemahaman publik dapat ditingkatkan secara signifikan.
Kegiatan seperti ini tidak hanya menjelaskan peran KPRP, tetapi juga membuka ruang dialog antara masyarakat dan institusi kepolisian. Keterlibatan aktif masyarakat sangat diperlukan dalam proses reformasi agar berjalan lebih efektif.
Menyiapkan Kerangka Kebijakan Baru untuk Kepolisian
KPRP memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan kerangka kebijakan baru yang lebih transparent dan akuntabel untuk Polri. Reformasi ini diharapkan dapat menghilangkan stigma negatif yang melekat pada institusi kepolisian selama ini.
Dalam visinya, Mahfud menginginkan kepolisian yang lebih profesional dan dekat dengan masyarakat. Oleh karena itu, setiap inisiatif kebijakan harus melibatkan aspirasi dan masukan dari masyarakat luas.
Proses ini juga termasuk dalam membuat mekanisme pengawasan yang lebih baik untuk menjaga integritas dan etika kepolisian. Reformasi semacam ini memang membutuhkan waktu, tetapi dengan kerjasama semua pihak, tujuan tersebut bukanlah hal yang mustahil.
Dalam kerangka reformasi, penting untuk melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi, LSM, dan media. Melalui kolaborasi ini, diharapkan muncul berbagai ide inovatif yang mampu menunjang perbaikan di tubuh kepolisian.
Komunikasi yang terbuka dan efektif antara KPRP dengan masyarakat, serta antar lembaga, akan menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam reformasi ini. Harapannya, dengan langkah-langkah yang tepat, masyarakat bisa memperoleh wawasan yang lebih dalam mengenai KPRP dan kontribusinya dalam reformasi kepolisian.
Semoga dengan upaya ini, masyarakat dapat lebih mengenal dan memahami peran KPRP dalam pembangunan sistem kepolisian yang lebih baik di Indonesia.







