Polri Pecat 689 Anggota Tahun 2025 dan Pekerjaan Khusus 1.709 Personel
Daftar isi:
Mabes Polri mencatat adanya 689 anggota kepolisian yang mengalami pemecatan terkait pelanggaran etik pada tahun 2025. Angka ini mencerminkan upaya serius institusi kepolisian dalam menjaga integritas dan profesionalisme di kalangan anggotanya.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Irwasum Polri, Komjen Wahyu Widada, saat Rilis Akhir Tahun (RAT) Mabes Polri. Dalam acara yang berlangsung di Gedung Rupatama ini, Wahyu menjelaskan bahwa total putusan sidang Kode Etik Profesi Polri mencapai 9.817.
Wahyu merinci bahwa dari ribuan putusan tersebut, terdapat beragam jenis sanksi, mulai dari pernyataan perbuatan tercela hingga sanksi demosi. Hal ini menunjukkan keseriusan Polri dalam menegakkan disiplin dan menjamin akuntabilitas anggota.
Pembagian Jenis Sanksi yang Dikenakan kepada Anggota
Berdasarkan data yang disampaikan, sanksi yang dijatuhkan terdiri dari 2.707 sanksi etik berupa pernyataan perbuatan tercela. Selain itu, terdapat juga 1.951 permintaan maaf yang dilakukan secara lisan maupun tertulis.
Sanksi penempatan khusus selama 30 hari juga dikenakan kepada 1.709 anggota, sedangkan 1.196 anggota lainnya menerima sanksi demosi. Ini menggambarkan panjangnya langkah yang ditempuh Polri dalam hal penegakan disiplin.
Sebanyak 689 anggota dipecat melalui proses Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Dengan demikian, jelas bahwa institusi kepolisian berupaya untuk menindak anggota yang tidak dapat memenuhi kode etik yang telah ditetapkan.
Tindakan Disiplin dan Pemberian Sanksi yang Efektif
Pada tahun ini, Polri juga menjatuhkan 5.061 putusan sidang disiplin. Hal ini menunjukkan komitmen kuat dari institusi untuk memperbaiki kualitas dan profesionalisme anggotanya di lapangan.
Dari angka tersebut, beberapa sanksi berbentuk pembinaan, seperti 804 sanksi tunda pendidikan. Selain itu, terdapat juga 510 sanksi tunda pangkat serta 364 sanksi demosi.
Wahyu mencatat bahwa peningkatan angka pelanggaran ini menunjukkan adanya visibilitas yang lebih besar. Masyarakat kini lebih berani melaporkan pelanggaran yang mereka temui.
Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengawasan
Kondisi ini mencerminkan semakin terbukanya akses pelaporan bagi masyarakat serta peningkatan keberanian publik untuk melapor. Pengawasan internal Polri pun semakin transparan dan akuntabel, menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk anggotanya.
Pemrosesan pelanggaran secara terbuka dan tegas menjadi salah satu instrumen pembelajaran untuk memperkuat integritas anggota. Wahyu menegaskan bahwa setiap pelanggaran harus ditindaklanjuti, tanpa adanya penutupan.
Ia juga memastikan bahwa baik Itwasum maupun Propam Polri tidak hanya bertugas mengawasi tetapi juga memberi sanksi tegas terhadap setiap pelanggaran. Jika anggota yang diawasi terus melanggar, maka tindakan nyata akan diambil.







