Sisi Kelam Manajer Artis K-pop
Daftar isi:
Di balik kilau penampilan bintang K-pop yang memukau di atas panggung, terdapat tim manajer yang bekerja keras untuk memastikan segala kebutuhan artis terpenuhi dengan baik. Mereka bukan sekadar pengatur jadwal, tetapi juga berperan sebagai pengawal, supir, dan penangani krisis yang siap sedia sepanjang waktu.
Manajer artis di Korea Selatan sering kali berjuang melawan berbagai tantangan, seringkali melebihi batas kewajaran demi memastikan klien mereka tampil di puncak performa. Dalam prosesnya, mereka menjadi bagian tak terpisahkan dari kesuksesan karir artis.
Seorang manajer tak hanya bertugas mengatur agenda, tetapi juga menjadi pendukung utama dalam segala aspek kehidupan sehari-hari seorang artis. Saat artis harus syuting hingga larut malam, mereka adalah orang pertama yang bangun dan yang terakhir menutup mata.
Pada umumnya, manajer harus beroperasi dalam kerangka waktu yang ketat. Di Korea Selatan, ada regulasi jam kerja maksimal, yakni 52 jam dalam seminggu yang seharusnya berlaku untuk seluruh sektor. Meski begitu, bagi manajer di industri hiburan, aturan tersebut sering kali hanya sebuah formalitas.
Banyak dari mereka terjebak dalam rutinitas syuting hingga larut malam, tugas akhir pekan yang tak kunjung selesai, dan perjalanan internasional yang melelahkan, semua tanpa imbalan lembur atau cuti yang memadai. Masalah ini sering menjadi sorotan publik, terutama saat munculnya kasus perseteruan hukum yang melibatkan artis dan manajernya.
Realita Kerja Manajer di Industri Hiburan Korea Selatan
Belum lama ini, sebuah kasus hukum mengemuka melibatkan seorang komedian terkenal dan mantan manajernya. Manajer tersebut mengklaim mengalami beban kerja yang berlebihan serta dugaan pelecehan verbal dan fisik yang mengkhawatirkan.
Selain itu, terdapat juga tuduhan melakukan praktik medis ilegal, di mana artis tersebut menggunakan identitas orang lain untuk mendapatkan obat-obatan. Kasus ini mengungkapkan betapa rapuhnya perlindungan bagi pekerja di balik layar industri hiburan.
Tuduhan dari mantan manajer tersebut mencuat ke publik, menyoroti gaji bulanan yang hanya sekitar 3 juta won, setara dengan Rp35 juta. Meskipun tampak cukup baik dalam nilai nominal, angka tersebut hampir tidak mencukupi untuk biaya hidup di pusat ibu kota seperti Seoul.
Sistem kerja yang mengharuskan manajer bekerja tanpa mengenal waktu serta biaya hidup yang tinggi membuat gaji mereka terasa kurang. Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa banyak manajer senior masih mendapatkan gaji yang stagnan selama bertahun-tahun.
Seorang manajer junior bahkan bisa dibayar hanya 2 juta won, yang jauh di bawah upah minimum yang berlaku di Seoul. Banyak agensi yang tidak memberikan kompensasi untuk waktu istirahat yang hilang, hal ini menambah beban kerja yang harus mereka tanggung.
Dampak Psikologis dan Fisik pada Manajer Artis
Pekerjaan sebagai manajer di industri hiburan bukan hanya menguras tenaga, tetapi juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik mereka. Komentar anonim dari seorang manajer mengungkapkan, “Biasanya, manajer baru memulai karier dengan gaji minimal dan sering kali tanpa tunjangan tambahan.”
Seiring waktu, banyak manajer yang memiliki pengalaman bertahun-tahun tetap tidak mendapatkan peningkatan gaji yang sebanding dengan beban kerja yang mereka jalani. Ini menunjukkan bahwa industri tidak memberikan perhatian yang cukup pada kesejahteraan para profesional di belakang layar.
Seringkali mereka terpaksa melakukan pekerjaan tambahan di akhir pekan atau ikut serta dalam perjalanan yang melelahkan demi memenuhi segala permintaan artis. Tanpa adanya kompensasi yang layak untuk kerja lembur, situasi menjadi semakin sulit untuk dijalani.
Beberapa perusahaan memberikan sedikit penghargaan untuk lembur dengan memperbolehkan istirahat, namun banyak yang tidak menawarkan compensasi sama sekali. Hal ini menciptakan ketidakpuasan yang mendalam di kalangan manajer.
Dalam kondisi seperti itu, menjadi seorang manajer artis di industri hiburan Korea Selatan bisa menjadi tantangan yang sangat berat. Masalah kesetaraan dan perlindungan bagi pekerja harus diadakan supaya situasi ini tidak berlarut-larut.
Harapan untuk Perubahan dalam Industri Hiburan yang Berkeadilan
Kondisi kerja yang tidak manusiawi di industri hiburan menarik perhatian publik, terutama dari kalangan organisasi yang mewakili pekerja. Kasus di mana seorang mantan manajer berkoar tentang perilaku abusif menuntut perhatian dan perubahan signifikan.
Organisasi pengelola hiburan pun berkomentar, menegaskan bahwa aktivitas abusif atau penugasan yang tidak relevan harus dihilangkan. Mereka mendesak agar semua pihak, termasuk agensi dan artis, bersikap lebih bertanggung jawab terhadap kesejahteraan manajer mereka.
Mereka percaya bahwa untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, penting untuk menunjukkan tingkat rasa saling menghormati yang lebih baik di antara semua pihak. Dengan adanya perubahan, diharapkan manajer mendapatkan perlindungan yang lebih baik dan dilakukan tindakan sesuai jika ada pelanggaran yang terjadi.
Perubahan ini sangat diperlukan agar industri hiburan bisa berjalan dengan efisien dan sehat. Kesejahteraan manajer sama pentingnya dengan kesuksesan yang dicapai oleh artis di atas panggung.
Dengan semakin banyaknya kasus yang terungkap, harapan akan pengakuan dan perbaikan dalam industri hiburan semakin resurfacing. Keberanian untuk berbicara tentang masalah ini akan menjadi pemicu untuk memulai praktik yang lebih baik di masa depan.







